Menjelaskan Soal Kuasa Kepada Gender Sebelah

Putra Mahkota

Laki-laki ibarat putra mahkota yang terlahir di negara monarki absolut. Semua harus tunduk pada Raja tanpa kecuali. Pajak tinggi sekali dan rakyat menderita sementara para pejabat yang harusnya jadi wakil rakyat malah hidup bermewah-mewahan. Apakah sang putra mahkota sebagai calon Raja dengan segala privilegenya bersalah karena keadaan ini? Tentu tidak. Tapi apa putra mahkota punya andil untuk melanggengkan kekuasaan? Ya.

Untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, dibutuhkan andil putra mahkota agar ia tidak meneruskan sistem warisan bapaknya itu. Dalam prosesnya, putra mahkota harus melepas segala privilegenya mulai dari pelayan siaga 24 jam di segala penjuru istana, pejabat yang selalu iya-iya karena takut dihukum Raja, sampai membuka brankas istana untuk diaudit pihak ketiga.

Dalam konteks patriarki, feminis mendorong laki-laki untuk melepas apa yang paling dicengkram erat oleh patriarki: hegemoni terhadap perempuan; Karena hidup nggak sesimpel "jika semua perempuan melawan maka kita akan setara" ketika semua aspek kehidupan dikuasai laki-laki. Ekonomi, politik, pendidikan, agama, semua masih berbau patriarki. Dalam sistem ini, perempuan hanya bisa nurut dan menjadi "wakil rakyat yang (sepertinya) bisa hidup bermewah-mewahan asal bilang iya" atau melawan dan jadi "rakyat yang menderita". Sesama perempuan dibenturkan untuk sesuatu yang katanya disebut kodrat, nilai moral, atau apalah. Tentu perempuan musti disadarkan bahwa mereka punya hak untuk setara. Tapi mengingatkan laki-laki untuk berhenti mendominasi lebih penting lagi, karena kalau tidak begitu, yang terjadi ya seperti sekarang-sekarang. Perempuan malah kena beban ganda karena ingin merdeka secara finansial dan aktualisasi diri dengan bekerja tapi masih diharapkan laki-laki untuk pol mengurus rumah dan anak.

Komentar