Monolog Soal Kehilangan Diri

Diri

Kehilangan diri tidak terjadi dalam sekejap.

Pertama, kau menunda.

Kau tahu ada kosakata yang hilang. Namun kau abaikan, berpikir bahwa kosakata itu mudah kau tulis kembali. Nanti, saat senggang.

Kedua, kau tenggelam dalam rutinitas.

Kini, sebuah kalimat hilang. Mungkin satu mungkin dua. Selalu ada yang lebih penting daripada menulis kalimat itu. Selalu ada orang lain, selalu ada nanti. Kau berkilah, selama ada rutinitas, aku tidak akan lupa. Kau tahu mesin pencari bisa mencarikan potongan itu untukmu.

Ketiga, kau kehilangan alasan.

Kau pikir kau melakukannya untuk dirimu sendiri. Namun, ketidaksukaan orang lain nyatanya membuatmu diam, membuatmu berpikir bahwa serpihan Aku dan keakuan adalah terlalu narsistik. Kau berkecil hati, dan tanpa sadar mencap dirimu tidak penting.

Keempat, kau hidup tanpa definisi.

Kau mulai nyaman dengan dirimu yang tidak penting. Kau nyaman menyerahkan tenagamu kepada korporasi, menyerahkan waktumu untuk orang lain, menyerahkan jiwamu untuk menyenangkan orang yang penting bagimu. Aku yang terkikis membuatmu naif: jika kau memberi bahagia kepada orang lain, maka kau akan bahagia.

Kelima, kau terdiam saat membuka pintu.

Kamar itu sama seperti saat terakhir kau tinggalkan. Tapi rasanya kosong, seakan ada yang hilang di sana. Entah sejak kapan kau memperhatikan, atau, entah sejak kapan kau tidak memperhatikan? Kau menelusuri, hei, apa yang telah aku lewatkan? Lalu di sudut ruang itu, kau menemukan nihil dan menangis. Tak ada lagi yang bisa dibaca dari dirimu.

Keenam, kau murka.

Kau pikir kau bahagia. Tapi bagaimana bisa kau menilai ketika kau tidak lagi mengenal mana dirimu yang gembira? Kau mulai murka pada orang yang tidak percaya padamu. Kau mencoba menyesali tapi kau bahkan sudah tak paham kenapa kau pergi, kenapa kau tinggal, atau kenapa kau tidak hilang sekalian. Yang kau tahu, kau membuka kotak pandora kebencian.

Ketujuh, kau adalah aku.

Kau mencoba menulis kronologi, menulis tiap paragraf secara acak demi mengumpulkan serpihan definisi diri. Dan saat sampai di paragraf ini, kau tahu yang tersisa hanyalah omong kosong.

Komentar