Hak Anak untuk Mengobrol

Mengobrol

Menjadi lebih tua tidak lantas membuat yang lebih muda kehilangan hak untuk berbicara denganmu.

Pola pikirku yang merasa ‘semua orang yang kita lewati saat tidak terburu-buru perlu disapa’ membuatku sering menyapa—dan kemudian mengetahui—banyak orang. Ada Ibu berpakaian kumuh yang membuang sampah orang-orang sembari menarasikan kehidupan kelas bawah dalam jalannya, ada kakek pengemis depan gerbang kampus yang selalu menyapaku dengan ceria seperti tidak butuh uang, ada mantan-mantan ibu bapak kosan dengan berbagai karakternya, ada kakek yang sering bersantai di depan rumahnya yang berada di persimpangan gang, ada ibu warung makan hijau yang senang mengajak ngobrol sembari tangannya mengerjakan banyak hal, ada bapak kedai pendiam yang selalu tahu pesananku kalau tidak kemungkinan besar telur dadar tahu ya mie ayam dengan minum jus tomat, dan ada anak-anak, banyak anak-anak.

Menjadi lebih tua tidak lantas membuat anak lima tahun kehilangan hak untuk mengobrol denganmu.

Aku tidak tahu apa yang menarik dariku selain aku adalah gadis tomboi berpakaian semi-kusut yang mengendarai sepeda merah, tapi anak-anak terkadang melihatku dengan tatapan menyelidik, kemudian jika berani mereka akan memulai percakapan, dan jika tidak mereka akan melihatku terus hingga aku yang memulai percakapan.

Kau tahu? Yang menarik dari anak-anak itu adalah mereka punya motivasi bening meski jalan pemikirannya masih agak kusut. Mereka tidak peduli jika aku terlihat suntuk atau jika apa yang akan mereka katakan terdengar tidak pada tempatnya. Mereka akan tetap penasaran. Ada yang bilang gelangku (yang sebenarnya adalah kuncir rambut berbentuk seperti kabel telepon yang kebetulan sedang aku gelangkan) itu keren, beberapa bilang sepedaku besar dan bagus—kemudian meminta atau tidak meminta izin untuk memutar pedal sepedaku dengan tangan dan 50% kemungkinan sepedaku akan jatuh, ada yang bertanya apakah aku sedang mencuri galon orang (aku sedang membawa galon kosongku untuk diisi ulang), atau apakah aku bisa melihat dengan poni yang menutupi mata, anak pemilik kedai malah pernah bertanya kenapa aku sangat suka makan telur. Dan aku menjawab ini sebenarnya kuncir rambut dan kau bisa mendapatkannya seharga seribu rupiah di mang-mang aksesoris terdekat, itu sepeda dames dengan roda paling besar di toko sepeda bekas, aku sedang membawa galonku sendiri untuk ku isi ulang di depot terdekat, ya aku masih bisa melihatmu karena rambut terdiri dari kumpulan helai yang punya sela dan bukan bongkahan seperti batu, aku suka telur karena telur itu enak.

Aku menjawab dengan jujur dan mengatakannya layaknya aku sedang menjawab seorang manusia. Kau tahu kenapa aku berkata begitu? Karena aku sering mendapati orang dewasa menanggapi anak-anak layaknya hewan peliharaan atau menjawab mereka dengan kebohongan seakan itu lebih mudah. Padahal, anak-anak juga manusia, belum dewasa, tapi akan dewasa. Memori yang direkam saat ini tidak hanya untuk saat ini, tapi juga untuk masa depan dengan pemikiran mereka yang dewasa. Segera mereka akan tahu.

Aku tahu, karena masa lalu lebih menyakitiku saat ini dibandingkan saat aku masih kecil. Aku sakit mengetahui bahwa aku diperlakukan tidak pantas semasa kecil dan menyadarinya saat dewasa.

Komentar